Minggu, 25 November 2018

RISET DAN PENGUKURAN DALAM KONSELING

di 16.07.00

Assalamualaikum wr.wb
Karena banyak dari teman sebaya admin yang kesulitan mencari referensi di internet mengenai riset dan pengukuran dalam konseling. maka admin berinisitif membagikan hasil review admin mengenai riset dan pengukuran dalam konseling.

Klasifikasi Riset dan Konseling
Konseling adalah suatu proses yang berlangsung dalam kurun waktu tertentu dan mengikuti mekanisme tertentu. Terkait dengan proses itu, maka ada hasil atau akibat tertentu yang diharapkan dapat dicapi melalui hubungan konseling. Para ahli berpandangan bahwa terdapat dua aspek yang memperoleh perhatian dalam hubungan konseling, yaitu proses dan hasilnya. Atas dasar hal tersebut, menurut Ivey dan Simek Downing (1980) riset konseling diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu riset proses (proses research) dan riset hasil (outcome research).
Penelitian dalam proses konseling merupakan penelitian yang menaruh perhatian pada sifat-sifat interviu, perilaku, dan factor-faktor yang dapat mengarah pada keberhasilan suatu terapi. Termasuk penelitian proses ini adalah respon konselor dan klien selama proses konseling, komunikasi verbal,  nonverbal, dan sikap empati konselor kepada klien. 
Riset yang dilakukan untuk mengetahui hasil suatu konseling biasanya disebut sebagai riset hasil. Riset hasil menenkankan pada apa yang terjadi pada klien setelah dia mengikuti konseling. dengan kata lain, penelitian ini ingin menjawab permasalahan apakah intervensi yang dilakukan konselor menimbulkan perubahan-perubahan pada kliennya. Jika ternyata menimbulkan perubahan berarti konseling itu efektif, jika ternyata tidak menimbulkan perubahan maka konseling itu tidak efektif. Karenanya riset ini dapat dikatakan sebagai riset efektivitas konseling.

Perubahan Klien
Konseling diselenggarakan dengan maksud untuk melakukan perubahan pada diri klien. Aspek apakah yang ada pada diri klien yang dapat berubah karena intervensi klien konseling dan kapan perubahan tersebut dapat diperoleh. Untuk dapat menjawab maka akan dipaparkan hal tersubut dibawah ini.
1.       Bentuk Perubahan
Perubahan sebagai akibat hubungan konseling tidak hanya sekedar perubahan, tetapi adanya peningkatan secara positif atau peningkatan pada fungsi klien (Todd dan Bohart, 1992; Kazdin , 1988). Penentuan perubahan itu terkait dengan latar belakang falsafah konselor atau penelitinya. Jika konselor tersebut penganut behavioral maka perubahan harus terjadi pada perilaku yang tampak. Jika konselor tersebut penganut humanistic, maka perubahan menekankan pada sikap yang ditunjukkan.  Jika penganut Freudian maka perubahan ditekankan pada fungsi ego klien. Sedangkan penganut konseling rational emotif behavior menekankan pada perubahan-perubahan pada cara berpikir klien (Todd dan Bohar, 1992; Ellis, 1994; Boodley, 1987).
Dalam melakukan risetnya, selain menggunakan pengertian konseptual sebagaimana falsafah yang dianutnya, peneliti juga membuat pengertian operasional tentang “perubahan” yang dimaksud. Secara sederhana betas an operasional tentang perubahan itu dihubungkan dengan aspek perubahan dalam bentuk tindakan yang dapa diamati, perasaan, pikiran klien, atau perubahan dalam ketiga-tiganya. Ketiga perubahan-perubahan tersebutterkait dengan dua hal: yaitu alat ukur yang digunakan dan pihak yang dilibatkan dalam pengukuran.
2.      Waktu perubahan
Waktu perubahan dibagi menjadi dua aspek yaitu:
a.       Waktu mulai terjadinya perubahan
Berhubungan dengan waktu mulai terjadinya perubahan pada klien ini, konselor atau peneliti dapat menetepkan kapan perubahan itu diarapkan terjadi, apakah sesaat, seminggu, sebulan, setahun setelah konseling, atau lebih lama lagi.  Hal tersebut dipengaruhi oleh berat atau ringan permasalahan yang dihadapi klien, factor personal dan demografis klien, situasi kehidupan klien, dan sebagainya (Bloch, 1978, Kazdin, 1988).
b.      Selang waktu (interval) perubahan yang ditargetkan itu dapat dipertahankan oleh klien.
Selain menyangut waktu terjadinya perubahan, juga perlu mempelajari selang waktu (interval) perubahan tersebut dapat dipertahankan. 
3.      Komparasi III : Perlakuan A dan B
Konseling dapat pula dilakukan dengan membandingkan dua jenis perlakuan atau lebih, misalnya konseling kognitif dan konseling behavioral, psikoterapi (konvensional) dengan konseling humanistic, psikoterapi dengan modifikasi perilaku. Jumlah kelompok tergantung kepada jumlah jenis konseling yang diperbandingkan. Perbedaan efek perubahan dari komparasi ini menunjukkan keunggulan jenis konseling disbanding yang lainnya.
4.      Komparasi IV : Perbandingan Unsur
Perbandingan unsur atau disebut dismanting, merupakan komparasi beberapa konseling yang dibedakan unsur-unsur perlakuannya, seperti durasi perlakuan, jumlah klien, jenis masalah, dan karakteristik kliennya atau konselornya. Misalnya satu kelompok mengandung unsur x, y, dan z. sedangkan kelompok lain hanya menggunakan x dan y. perbedaan dari efek komparasi ini menunjukkan keunggulan suatu konseling.

Pengukuran Hasil Konseling
Pengukuran hasil konseling membutuhkan pendekatan multi aspek, dilihat dari pihak yang dilibatkan, aspek pribadi yang dinilai mencakup aspek kognisi, afeksi, dan konasi, metode pengukuran (observasi atau pengetesan), tempat dilakukan pengukuran (Kazdin, 1988).
Pengukuran yang bersifat evaluasi hasil, idealnya dilakukan dengan multi aspek. Namun demikian untuk penelitian yang biasanya terdapat berbagai keterbatasan, pendekatan multi aspek itu sulit dicapai, maka dapat saja dilakukan dengan membatasi pendekatanyang digunakan. Misalnya pengukuran perubahan pada klien yang dilakukan oleh kelompok sebaya, aspek yang dinilai adalah konasinya, dengan observasi langsung dan hanya dilingkungan sekolah saja.
1.       Waktu pengukuran
Pengukuran efektivitas konseling dilakukan sebelum (pretest) dan sesudah (posttest) konseling dilaksanakan. Tanpa pengukuran sebelum dan sesudah, maka sulit perubahan itu diketahui. Meskipun secara metodologis dibenarkan pengukuran perubahan hanya ketika sesudah (posttest), namun hasilnya sangat lemah.
2.      Cara pengukuran
Pengukuran terhadap hasil atau efektivitas konseling dilihat dari penyusunan alatnya dilakukan dengan dua cara, yaitu nomothethic dan ideographic (Yalom, 1975). Menurut Eysenck, 1965 mengemukakan enam cara pengukuran efektivitas terapi, yaitu:
a.       Hasil introspeksi
b.      Penilaian
c.       Tes kepribadian
d.      Pengukuran fisiologis
e.       Investigasi eksperimental

Analisis Hasil Pengukuran
Suatu konseling dikatakan efektif apabila terdapat perubahan setelah melakukan konseling sebagaimana klien harapkan. Analisis hasil konseling selain menggunakan pendekatan kuantitatif, bisa juga menggunakan kualitatif atau naratif. Pendekatan naratif ini menurut Kazdin (1988) termasuk metode klasik penelitian terapi. Metode naratif ini hingga saat ini digunakan secara luas.

Faktor yang berpengaruh pada keberhasilan konseling
Konseling sebagai suatu bentuk intervensi, keberhasilannya dipengaruhi banyak factor. Dan biasanya factor tersebut yang dijadikan sebagai pertimbangan dalam memberikan konseling dan risetnya (Bloch, 1979; Handley dan Strupp, 1976; Vannicelli, 1990). Factor-faktor ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan desain penelitian karena dapat menjadi variable perancu yang dapat mempegaruhi hasil penelitian. Menurut Gladding terdapat lima factor yang menentukan keberhasilan konseling, faktor-faktor tersebut yaitu:
a.       Struktur
b.      Inisiatif
c.       Seting fisik
d.      Kualitas klien
e.       Kualitas konselor 

     Review Buku Psikologi Konseling oleh Latipun 
     tag : riset konseling, penelitian konseling, pengukuran konseling, psikologi konseling

     Semoga bermanfaat 
     Wassalamualaikum wr.wb
     sivma.

k



0 komentar:

Posting Komentar

 

TAMAN IQRO © 2010 Web Design by Ipietoon Blogger Template and Home Design and Decor

Back to Top
Black Moustache