Assalamualaikum wr.wb
Karena banyak dari teman sebaya admin yang kesulitan mencari referensi di internet mengenai riset dan pengukuran dalam konseling. maka admin berinisitif membagikan hasil review admin mengenai riset dan pengukuran dalam konseling.
Klasifikasi
Riset dan Konseling
Konseling adalah suatu proses yang
berlangsung dalam kurun waktu tertentu dan mengikuti mekanisme tertentu.
Terkait dengan proses itu, maka ada hasil atau akibat tertentu yang diharapkan
dapat dicapi melalui hubungan konseling. Para ahli berpandangan bahwa terdapat
dua aspek yang memperoleh perhatian dalam hubungan konseling, yaitu proses dan
hasilnya. Atas dasar hal tersebut, menurut Ivey dan Simek Downing (1980) riset
konseling diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu riset proses (proses
research) dan riset hasil (outcome research).
Penelitian dalam proses konseling
merupakan penelitian yang menaruh perhatian pada sifat-sifat interviu,
perilaku, dan factor-faktor yang dapat mengarah pada keberhasilan suatu terapi.
Termasuk penelitian proses ini adalah respon konselor dan klien selama proses
konseling, komunikasi verbal, nonverbal,
dan sikap empati konselor kepada klien.
Riset yang dilakukan untuk mengetahui
hasil suatu konseling biasanya disebut sebagai riset hasil. Riset hasil
menenkankan pada apa yang terjadi pada klien setelah dia mengikuti konseling.
dengan kata lain, penelitian ini ingin menjawab permasalahan apakah intervensi
yang dilakukan konselor menimbulkan perubahan-perubahan pada kliennya. Jika
ternyata menimbulkan perubahan berarti konseling itu efektif, jika ternyata
tidak menimbulkan perubahan maka konseling itu tidak efektif. Karenanya riset
ini dapat dikatakan sebagai riset efektivitas konseling.
Perubahan
Klien
Konseling diselenggarakan dengan maksud
untuk melakukan perubahan pada diri klien. Aspek apakah yang ada pada diri
klien yang dapat berubah karena intervensi klien konseling dan kapan perubahan
tersebut dapat diperoleh. Untuk dapat menjawab maka akan dipaparkan hal
tersubut dibawah ini.
1.
Bentuk
Perubahan
Perubahan sebagai akibat hubungan
konseling tidak hanya sekedar perubahan, tetapi adanya peningkatan secara
positif atau peningkatan pada fungsi klien (Todd dan Bohart, 1992; Kazdin ,
1988). Penentuan perubahan itu terkait dengan latar belakang falsafah konselor
atau penelitinya. Jika konselor tersebut penganut behavioral maka perubahan
harus terjadi pada perilaku yang tampak. Jika konselor tersebut penganut
humanistic, maka perubahan menekankan pada sikap yang ditunjukkan. Jika penganut Freudian maka perubahan
ditekankan pada fungsi ego klien. Sedangkan penganut konseling rational emotif
behavior menekankan pada perubahan-perubahan pada cara berpikir klien (Todd dan
Bohar, 1992; Ellis, 1994; Boodley, 1987).
Dalam melakukan risetnya, selain
menggunakan pengertian konseptual sebagaimana falsafah yang dianutnya, peneliti
juga membuat pengertian operasional tentang “perubahan” yang dimaksud. Secara
sederhana betas an operasional tentang perubahan itu dihubungkan dengan aspek
perubahan dalam bentuk tindakan yang dapa diamati, perasaan, pikiran klien,
atau perubahan dalam ketiga-tiganya. Ketiga perubahan-perubahan tersebutterkait
dengan dua hal: yaitu alat ukur yang digunakan dan pihak yang dilibatkan dalam
pengukuran.
2.
Waktu
perubahan
Waktu perubahan dibagi menjadi dua
aspek yaitu:
a.
Waktu
mulai terjadinya perubahan
Berhubungan
dengan waktu mulai terjadinya perubahan pada klien ini, konselor atau peneliti
dapat menetepkan kapan perubahan itu diarapkan terjadi, apakah sesaat,
seminggu, sebulan, setahun setelah konseling, atau lebih lama lagi. Hal tersebut dipengaruhi oleh berat atau
ringan permasalahan yang dihadapi klien, factor personal dan demografis klien,
situasi kehidupan klien, dan sebagainya (Bloch, 1978, Kazdin, 1988).
b.
Selang
waktu (interval) perubahan yang ditargetkan itu dapat dipertahankan oleh klien.
Selain
menyangut waktu terjadinya perubahan, juga perlu mempelajari selang waktu
(interval) perubahan tersebut dapat dipertahankan.
3.
Komparasi
III : Perlakuan A dan B
Konseling dapat pula dilakukan dengan
membandingkan dua jenis perlakuan atau lebih, misalnya konseling kognitif dan
konseling behavioral, psikoterapi (konvensional) dengan konseling humanistic,
psikoterapi dengan modifikasi perilaku. Jumlah kelompok tergantung kepada
jumlah jenis konseling yang diperbandingkan. Perbedaan efek perubahan dari
komparasi ini menunjukkan keunggulan jenis konseling disbanding yang lainnya.
4.
Komparasi
IV : Perbandingan Unsur
Perbandingan unsur atau disebut
dismanting, merupakan komparasi beberapa konseling yang dibedakan unsur-unsur
perlakuannya, seperti durasi perlakuan, jumlah klien, jenis masalah, dan
karakteristik kliennya atau konselornya. Misalnya satu kelompok mengandung
unsur x, y, dan z. sedangkan kelompok lain hanya menggunakan x dan y. perbedaan
dari efek komparasi ini menunjukkan keunggulan suatu konseling.
Pengukuran
Hasil Konseling
Pengukuran hasil konseling membutuhkan
pendekatan multi aspek, dilihat dari pihak yang dilibatkan, aspek pribadi yang
dinilai mencakup aspek kognisi, afeksi, dan konasi, metode pengukuran
(observasi atau pengetesan), tempat dilakukan pengukuran (Kazdin, 1988).
Pengukuran yang bersifat evaluasi
hasil, idealnya dilakukan dengan multi aspek. Namun demikian untuk penelitian
yang biasanya terdapat berbagai keterbatasan, pendekatan multi aspek itu sulit
dicapai, maka dapat saja dilakukan dengan membatasi pendekatanyang digunakan. Misalnya
pengukuran perubahan pada klien yang dilakukan oleh kelompok sebaya, aspek yang
dinilai adalah konasinya, dengan observasi langsung dan hanya dilingkungan sekolah
saja.
1.
Waktu pengukuran
Pengukuran
efektivitas konseling dilakukan sebelum (pretest) dan sesudah (posttest)
konseling dilaksanakan. Tanpa pengukuran sebelum dan sesudah, maka sulit
perubahan itu diketahui. Meskipun secara metodologis dibenarkan pengukuran
perubahan hanya ketika sesudah (posttest), namun hasilnya sangat lemah.
2.
Cara pengukuran
Pengukuran
terhadap hasil atau efektivitas konseling dilihat dari penyusunan alatnya
dilakukan dengan dua cara, yaitu nomothethic dan ideographic (Yalom, 1975).
Menurut Eysenck, 1965 mengemukakan enam cara pengukuran efektivitas terapi,
yaitu:
a.
Hasil introspeksi
b.
Penilaian
c.
Tes kepribadian
d.
Pengukuran
fisiologis
e.
Investigasi
eksperimental
Analisis
Hasil Pengukuran
Suatu konseling dikatakan efektif
apabila terdapat perubahan setelah melakukan konseling sebagaimana klien
harapkan. Analisis hasil konseling selain menggunakan pendekatan kuantitatif,
bisa juga menggunakan kualitatif atau naratif. Pendekatan naratif ini menurut
Kazdin (1988) termasuk metode klasik penelitian terapi. Metode naratif ini
hingga saat ini digunakan secara luas.
Faktor
yang berpengaruh pada keberhasilan konseling
Konseling sebagai suatu bentuk
intervensi, keberhasilannya dipengaruhi banyak factor. Dan biasanya factor tersebut
yang dijadikan sebagai pertimbangan dalam memberikan konseling dan risetnya
(Bloch, 1979; Handley dan Strupp, 1976; Vannicelli, 1990). Factor-faktor ini
dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan desain penelitian karena
dapat menjadi variable perancu yang dapat mempegaruhi hasil penelitian. Menurut
Gladding terdapat lima factor yang menentukan keberhasilan konseling, faktor-faktor
tersebut yaitu:
a.
Struktur
b.
Inisiatif
c.
Seting fisik
d.
Kualitas klien
e.
Kualitas konselor
Review Buku Psikologi Konseling oleh Latipun
tag : riset konseling, penelitian konseling, pengukuran konseling, psikologi konseling
Semoga bermanfaat
Wassalamualaikum wr.wb
sivma.
k
0 komentar:
Posting Komentar